Kamis, 13 Oktober 2011

Sesungguhnya Surgaku Ada di Hatiku!

Sesungguhnya Surgaku Ada di Hatiku!

 

Oleh: Ali Akbar Bin Agil 
Di dalam Majalah Cahaya Nabawiy Edisi 98 Dzulqa`dah/September ini ada sebuah artikel menarik tentang”bencana alkohol”. Pada paragraph terakhir tulisan itu, ada satu kisah menarik tentang dua orang yang sama-sama sedang mengalami kesakitan di sebuah rumah sakit.
Kedua pasien baru saja menjalani operasi. Meski sama-sama dirawat, ada dua hal yang membedakan kedua pasien tersebut.
Bedanya pasien pertama berteriak-teriak histeris tidak karuan, mengeluarkan kata-kata umpatan, caci-maki sampai kedua tangan tangannya dan kakinya harus diikat.
Sementara pasien kedua, ia juga mengalami rasa sakit yang hampir sama. Ia juga berteriak-teriak dengan suara nyaring namun isi teriakannya adalah adzan. Dokter yang menulis kisah ini terheran-heran dengan dua perilaku kedua pasien yang sedang ia tangani. Satunya teriak kotor dan satunya lagi mengagungkan kebesaran Allah SWT.
Karena penasaran, sang dokter akhirnya bertanya kepada pihak keluarga. Jawabannya, pasien yang teriak adzan adalah seorang juru azan (bilal) di mushalla yang ada di dekat rumahnya, di mana ia saban waktu mengumandangkan shalat dan mengajak masyarakat sekitar untuk datang ke mushalla untuk shalat berjama`ah.
Adapun pasien satunya, dilihat dari rekam medisnya ternyata ia seorang peminum minuman keras yang mengalami kecelakaan usai menenggak minuman yang memabukkan.
Pengalaman sang dokter seperti kisah di atas saya kaitkan dengan kisah lainnya sebagaimana ditulis oleh Alwi Alatas dalam bukunya yang berjudul “Whatever Your Problem, Smile:  (Apapun Masalahmu, Tersenyumlah).
Dalam buku ini,  Alwi mengemukakan sebuah penelitian yang dilakukan olen seorang ahli tentang “Kaitan Relijiusitas dan Keimanan Seseorang dengan Rasa Sakit.”

Penelitian dilakukan kepada orang yang taat beragama, biasa pergi ke tempat ibadah, dan dekat dengan Tuhannya, adapun objek penelitian selanjutnya dikenakan pada orang yang tidak taat beragama, bahkan tidak sedikit yang tidak percaya Tuhan alias atheis.
Bagaimana cara melakukan penelitian?
Peneliti memasang alat di kepala mereka yang taat beragama dan yang tidak taat saat mengalami rasa sakit. Kemudian, mereka diberi aliran listrik untuk menimbukan efek sakit. Akibatnya, mereka sama-sama merasakan rasa sakit dari aliran listrik. Lalu, mereka dikondisikan dengan foto-foto tokoh yang mereka idolakan selama ini.
Orang-orang yang relijius diberi foto bergambar tokoh relijius, dan orang yang tidak relijius diberi foto tokoh yang mereka kagumi.
Ternyata, meski keduanya menunjukkan aktivitas menahan rasa sakit yang sangat, namun keadaannya jauh berbeda. Tingkat rasa sakit orang-orang yang tak relijius dan atheis tetap dalam volume tinggi. Sementara, rasa sakit yang dialami oleh orang-orang yang relijius menurun.
Kata Alwi, penulis buku ini, rasa sakit dapat tetap tinggi atau menurun tergantung dengan kuat tidaknya iman seseorang.
“Keyakinan dapat mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh seseorang,” tulisnya.
Dua kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita.
Pertama, membiasakan hal-hal yang baik membuat kita terbiasa dalam situasi kebaikan pula. Dalam pepatah arab pernah kita dengar, “Man Syabba a`la Sya`in Saabba a`laihi (barangsiapa terbiasa melakukan sesuatu sejak dini, akan terbawa hingga dewasa).”
Kebiasaan memang belum belum tentu baik namun kebaikan, itu perlu kita biasakan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia akan mati lalu dibangkitkan sesuai keadaan semasa ia hidup.” Ketika kebiasaan baik kita lakoni saban hari, maka kesempatan untuk meraih husnul khatimah terbuka lebar bagi kita. Sebaliknya, kala keburukan yang kita budayakan, maka lawan khusnul khatimah yang akan kita raih.
Kedua, selayaknya kita menempatkan tokoh-tokoh yang mempunyai integritas pada hati kita.
Seyogianya kita berhati-hati sebelum mendudukkan seseorang sebagai idola dan pujaan hati.
Penelitian dalam kisah tersebut sedikit memberi bukti bahwa pengidolaan yang salah membuat diri menjadi tersiksa secara lahir, belum lagi hati kita yang tidak nyaman di kala musibah datang.
Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda, “Seseorang itu akan dibangkitkan bersama orang yang ia cintai.”
Ketika kita menumpahkan cinta pada sosok yang tidak kenal Allah, tidak bersembah sujud, memuji, bertasbih kepada-Nya, malah mendurhakai-Nya, maka siap-siaplah kita kelak dibangkitkan setelah mati bersama mereka.
Banyak sosok dengan kepribadian mengagumkan yang bisa kita idolakan.
Sederet tokoh terdahulu maupun sekarang, bisa kita jadikan sebagai teladan. Dan dari semua sosok tersebut, yang paling unggul dalam ketakwaan, kebaiakan, kedermawanan, kelembutan, adalah Nabi Muhammad SAW.
Dengan mengidolakan beliau, segala kehidupan akan menjadi mudah belaka.
Mengapa? Karena kita mencontoh pribadi yang telah tahan banting mengarungi kehidupan dunia yang penuh cobaan dan masalah. Beliau sigap mengemas kesulitan menjadi kemudahan. Dengan meniru dan mengidolakan beliau, dengan sendirinya kita akan berusaha meneladani jejak langkahnya dalam suka maupun duka.
Ketiga, pentingnya kedudukan iman dan yakin. Yakin adalah gambaran tentang kekuatan dan kekokohan iman, yang tidak mudah diombang-ambing oleh keraguan, dan gundah gulana.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya Risalatul Mu`awanah menyebut ada tiga perkara yang menjadi sebab keyakinan kita menjadi kuat dan kokoh.
Pertama, menjadikan hati dan telinga untuk aktif menyimak ayat-ayat Allah yang berisi petunjuk keagungan-Nya, kesempurnaan-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas. Kedua, selalu melihat dan merenungi ciptaan Allah yang terbentang di hadapan seorang hamba. Mengamati bagaimana indah dan uniknya ciptaan Allah. Ketiga, beramal kebaiakan, secara lahir maupun batin, dengan penuh kesungguhan dan keseriusan.”
Dengan keyakinan yang kuat, kita tidak mudah berputus asa saat kesulitan datang menerpa. Justru kesulitan dapat kita jadikan sebagai kesempatan mencari karunia Ilahi seluas-luasnya.
Dengan keyakinan yang mantap pula, Ibnu Taimiyah berkata ketika ia dijebloskan ke penjara oleh rezim yang hidup di masanya, “Apa yang dapat dilakukan oleh musuhku! Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku. Apabila aku dipenjara maka itu adalah khalwatku (berduan-duaan) dengan Allah, apabila aku dibunuh maka syahadah (kesyahidan) bagiku, dan apabila aku diusir maka itu merupakan syiyahah (perjalanan di jalan Allah).”*

sumber: http://www.hidayatullah.com/read/19243/08/10/2011/sesungguhnya-surgaku-ada-di-hatiku!-.html

0 komentar:

Posting Komentar